Minggu, 26 Juni 2011

Geliat Seni di Gedung Tua


“Ibarat lumpur yang mengendap di dasar sungai. Mengeras menjadi kerak begitulah kenanganku tentang gedung tua yang menurutku memiliki sejarah terkait perkembangan film di kota ini. Ingatan itu ibarat menjadi kerak didalam ingatanku. Mencoba untuk merangkai setiap kenangan yang masih tersisa dalam benak ini. Hingga membangkitkan keinginanku untuk menungkan dalam tuliasan.”

Seiring ditutupnya Gedung bioskop Solo Theater di kawasan Sriwedari, Solo kehilangan satu lagi gedung bioskop. Hadirnya gedung bioskop di pusat perbelanjaan, makin tak mampu memperpanjang nafas Solo theater. Yang akhirnya redup pada 1 mei 2005. Meskipun telah tutup enam tahun silam namun, hingga saat ini gedung bioskop yang telah lama tak terjamah ini tetap berdiri kokoh. Namun nahas, kondisinya cukup mengenaskan. Beberapa sudut bangunan juga sudah terlihat rusak digrogoti usia.
Tergerak untuk memanfaatkan gedung kusam dan tak terawat, sejumlah seniman muda di solo berinisiatif menjadikan tempat tersebut sebagai wadah berkarya. Mulai dari seniman pelukis muda, fotografer, seniman patung, para perupa seni kontemporer, anak-anak muda yang tergerak di bidang musik, grafiti serta penggagas film dokumenter. Mereka memanfaatkan gedung eks-Solo Theater ini sebagai studio seni dari hasil karya mereka.
Pada tahun 2010 tepatnya tanggal 7 mei gedung yang pernah mati suri ini dijadikan sebagai gedung kesenian Solo (GKS). Mulai saat itulah gedung ini terlihat hidup dan memiliki nilai fungsi yang lebih baik. Pada tanggal 25 mei 2010 yang lalu bertepatan dengan acara traveling jiffes gedung ini digunakan kembali sebagai tempat ekshibisi film. Dengan memanfaatkan salah satu ruang yang lama tak pernah dihuni, dan hanya berbekal proyektor pinjaman. Kini Solo memilliki bioskop alternatif sekaligus sebagai wadah bertukar pikiran.
Jika memasuki gedung tua ini, pandangan mata akan disuguhkan dengan beberapa fasilitas yang minim. Meskipun demikian para peminat film alternatif dapat menikmatinya, namun terkadang terusik dengan tetesan air hujan yang berasal dari atap bocor. Selain pengap, ruangannya pun tak dilengkapi pendingin ruangan alias AC. Dengan segala keterbatasan penggiat seni ini mencoba bertahan di GKS. Tak seperti gedung kesenian pada umumnya yang memiliki segala fasilitas yang ada sebagai ruang berkesenian. Hanya bermodal semangat dan minat berkarya hingga saat ini para seniman muda memanfaatkan gedung ini sebagai wadah penampung karya mereka. Kemudahan akses gedung ini menjadi pilihan alternatif kawula muda berkesenian sebagai ruang publik bagi mereka. 
Masih banyak bidang-bidang seni dan budaya dikota bengawan ini yang masih terpinggirkan dan seolah keberadaanya hanya menjadi pelengkap. Tak hanya seni visual, beberapa kelompok seni musik, tari dan budaya anak muda seolah masih menjadi “masalah” bagi beberapa kalangan di Solo, meski diakui ataupun tidak, kelompok-kelompok seni ini keberadaanya memang ada di Kota Solo dan telah berhasil membawa nama baik sampai tingkat Internasional. Dari ketimpangan yang terjadi itulah kemudian Gedung Kesenian Solo (GKS) yang berdiri di bekas gedung Solo Theater Sriwedari mencoba menangkap dan merespon atas munculnya kegiatan-kegiatan kreatif dan dinamika anak muda di Solo.
Keberagaman kegiatan kesenian anak muda merupakan sebuah aset terpendam, untuk itulah GKS diharapkan bisa menjadi ruang untuk berproses dan berkembang secara bersama-sama dalam segala kegiatan khususnya seni berbasis anak muda di Solo. Dalam konsepnya GKS tidak hanya menjadi tempat fisik untuk memajang atau menilai baik-buruknya sebuah karya, namun juga dapat digunakan sebagai ruang sirkulasi antar kreator muda untuk saling berjejaring dengan lintas disiplin ilmu yang berbeda. Program-program yang bermuatan edukasi seperti klinik, workshop, diskusi dan pelatihan seni yang diadakan secara reguler diharapkan akan menjadi tempat belajar alternatif kesenian di Solo, selain itu dengan dibentuknya Pool of Knowledge dalam konteks seni dan budaya anak muda, GKS akan dapat menyediakan sumber-sumber informasi dalam bentuk teks, gambar maupun video yang dapat diakses seluas-luasnya oleh publik.
Ironisnya terdengar santer diluaran rencana pemerintah yang akan merobohkan Gedung Kesenian Solo ini tentunya juga telah merobohkan beberapa harapan anak muda yang semula tidak pernah mendapatkan ruang untuk berproses. Namun mau bagaimana lagi, lambat laun ini akan terjadi. Dan akhirnya gedung ini hanya akan menjadi catatan sejarah yang pernah mewarnai ruang berkesenian di Bengawan ini, seperti sebelumnya gedung yang pernah difungsikan sebagai bioskop Sriwedari dan bioskop Solo Theatre inipun tinggal cerita.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar